Sabtu, 22 Mei 2010

Sebuah Ujian yang Mengingatkan

Satu kenyataan pahit bahwa tubuh saya mulai protes. Dua tahunan saya mentidakacuhkan pertumbuhan sel tidak normal di salah satu bagian tubuh saya. Saya kira terapi yang putus di tengah jalan saat itu cukup kuat untuk mencegahnya tumbuh. Bisa saja itu terjadi, asal gaya hidup saya mendukung.
Tapi, Allah. Saya sadar saya salah. Ketidakacuhan selama dua tahun ini tidak saya sertai dengan sugesti positif dan gaya hidup mendukung. Makanan racun saya konsumsi. Lemak saya tumpuk dalam tiap inchi lapisan bawah kulit saya. Bagaimana saya bisa menjadi sehat kalau begitu?
Dan pada suatu malam ketika saya menyadari bahwa keadaannya kian menghawatirkan, saya pun meniatkan untuk serius kali ini.
Hfffh.. beberapa hari ke depan saya harus menjalani rangkaian tes di rumah sakit. Saya takut mengetahui kenyataan. Bagaimana kalau stadiumnya sudah dua tiga atau empat? Rasanya ada sesuatu yang menyesak dada saya kalau memikirkan kemungkinan itu. Tapi saya harus yakin, saya bisa sembuh. Saya belum menjemput takdir saya. Bismillah. Biidznillah...

Selasa, 11 Mei 2010

Bismillah, Mulai Melepas Belenggu (lagi)

Payah sekali akhir-akhir ini. Bukan bermaksud mengeluh. Hanya saja saya benar-benar merasa payah. Hari-hari seolah berlalu begitu saja. Tak ada bekas yang berarti. Hampa. Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi saya akhir-akhir ini.

Asal tahu saja. Semester ini saya ambil cuti. Maksudnya sih untuk menyegarkan kembali jiwa yang jenuh. Masalah berat datang mengguncang saja penghujung tahun lalu. Dan saya mau rehat! Istirahat serta mengumpulkan amunisi.

Namun makin ke arah sini, saya merasa bosan dengan keluangan waktu yang menggerogoti sistem kerja harian. Saya sudah berniat dari dulu. Saya bukan orang yang dilahirkan untuk melakukan hal biasa. Akan tetapi, apa yang saya lakukan beberapa pekan terakhir ini betul-betul membuat saya tertampar. Apanya yang mau jadi orang luar biasa? Apanya yang ditakdirkan untuk menjadi orang hebat? Saya seolah terkurung dalam rutinitas itu-itu saja. Pun tak lupa kurungan kemalasan yang melemahkan.

Kegiatan menulis jarang saya lakukan. Padahal di jalan ini lah impian saya gantungkan. Saya sadari betul, dengan menulis itulah eksistensi saya terbuktikan. Ini saja harus memaksa-maksa. Susah payah menghilangkan pola pikir *bagus-tidak*tulisan. Padahal menulis itu adalah jalan pengungkapan idealisme. prinsip-prinsip yang seharusnya kita tegakkan. Saya terlalu terkandangkan oleh belenggu pandangan orang lain.

Bismillah. Saya tak mau menjadi orang yang sekedar ge er. Saya harus keluar kandang. Segera. Ugh! Salah satunya, menjadikan blog ini sebagai rangkaian kalimat-kalimat hidup tersusun dalam letupan buah pikir. Tidak harusbagus. Karena itu bisa dilatih. Bahkan ya Tuhan, saat ini saya pun masih terganggu dengan suara-suara yang mengatakan jikalau struktur kalimat postingan saya ini tidak teratur dan fokus....

Ugh! Bismillah. Saya mau keluar dari belenggu.

Rabu, 24 Maret 2010

Jemari yang Menari

Membiasakan kembali untuk mengasah sisi linguistik lewat jari yang menari lama. Setelah terlenakan jejaring sosial yang hanya menyediakan sedikit tempat untuk ungkapan hati, akhirnya blog yang sempat mati ini mencoba dihidupkan kembali. Sungguh rindu rasanyamenjadi orang yang sanggup menulis berlembar-lembar kertas tanpa merasa jemu.
Memang susah kembali ke kebiasaan lama. Tapi kalau tak dicoba, bagaimana bisa? :) baiklah... saya sudah bertekad. Otak ini harus tetap melesatkan pijaran2 pemikirannya. Agar tak beku. Agar tak berkarat bagai pissau yang tak diasah. Semangat menulis lagiiii...!!!!!